- Back to Home »
- PENGARUH FREEPORT TERHADAP LINGKUNGAN DI SEKITAR PAPUA
Posted by : Unknown
Kamis, 19 Desember 2013
MAKALAH
PENGARUH
FREEPORT TERHADAP LINGKUNGAN DI SEKITAR PAPUA
(Disusun
Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar)
Oleh:
KELOMPOK 4
Onki Nur
Indrianto (111903102021)
UNIT PELAKSANA TEKNIK
BIDANG STUDI MATA KULIAH UMUM (UPT BS
MKU)
UNIVERSITAS JEMBER
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah
kami haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “PENGARUH FREEPORT TERHADAP
LINGKUNGAN DI SEKITAR PAPUA” dengan baik sebagai salah satu persyaratan atau tugas
dalam menempuh mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Maksud disusunnya Makalah ini adalah sebagai acuan
dalam kegiatan perkuliahan. Shalawat serta salam kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga kelak kita mendapatkan
syafaatnya, Amien.
Keberhasilan penulisan Makalah ini tidak
lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak baik pikiran,
motivasi, tenaga maupun do’a. Oleh karena itu kami menyampaikan terima kasih
kepada :
1.
selaku Dosen Pembina Mata Kuliah Umum Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar.
2.
Dan semua teman-teman yang tidak
mungkin kami sebutkan namanya satu per satu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini
masih banyak kesalahan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk perbaikan Makalah berikutnya dan mudah-mudahan makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca, Amien.
Jember,
10 Mei 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR
ISI .............................................................................................. iii
BAB 1.
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2
BAB 2.
PEMBAHASAN ........................................................................... 3
2.1 Keuntungan
yang diberikan Freeport pada Indonesia............. 3
2.2 Kehidupan
Masyarakat di sekitar tambang emas Freeport...... 3
2.3 Dampak
pertambangan emas Freeport terhadap alam
sekitarnya..4
2.4 Kasus
pelanggaran HAM oleh pihak Freeport.........................5
BAB 3.
PENUTUP .................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 8
3.2 Saran ........................................................................................ 8
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................... 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada tahun
1995 Freeport baru
secara resmi mengakui
menambang emas di
Papua. Sebelumnya sejak tahun
1973 hingga tahun
1994, Freeport mengaku hanya
sebagai penambang tembaga. Jumlah
volume emas yang ditambang selama 21
tahun tersebut tidak pernah
diketahui publik, bahkan oleh orang Papua sendiri. Panitia Kerja Freeport dan beberapa
anggota DPR RI Komisi VII pun
mencurigai telah terjadi manipulasi dana atas
potensi produksi emas Freeport.
Mereka mencurigai jumlahnya lebih
dari yang diperkirakan sebesar
2,16 hingga 2,5 miliar ton emas. DPR
juga tidak percaya atas data
kandungan konsentrat yang diinformasikan
sepihak oleh Freeport. Anggota DPR berkesimpulan bahwa negara telah dirugikan selama
lebih dari 30 tahun akibat tidak
adanya pengawasan yang serius. Bahkan Departemen Keuangan melalui Dirjen Pajak dan
Bea Cukai mengaku
tidak tahu pasti
berapa produksi Freeport
berikut penerimaannya. Di
sisi lain, pemiskinan
juga berlangsung di wilayah Timika, yang
penghasilannya hanya sekitar $132/tahun, pada tahun 2005. Kesejahteraan
penduduk Papua tak secara otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang
ada di wilayah mereka tinggal. Di
wilayah operasi Freeport,
sebagian besar penduduk
asli berada di
bawah garis kemiskinan dan
terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport. Selain permasalahan kesenjangan
ekonomi, aktivitas pertambangan
Freeport juga merusak lingkungan
secara masif serta menimbulkan pelanggaran HAM. Dari tahun
ke tahun Freeport
terus mereguk keuntungan dari
tambang emas, perak, dan
tembaga terbesar di
dunia. Para petinggi
Freeport terus mendapatkan
fasilitas, tunjangan dan keuntungan
yang besarnya mencapai
1 juta kali
lipat pendapatan tahunan penduduk
Timika, Papua. Keuntungan Freeport
tak serta merta melahirkan kesejahteraan bagi
warga sekitar. Kondisi
wilayah Timika bagai
api dalam sekam, tidak ada kondisi stabil yang menjamin
masa depan penduduk Papua.
1.2 Rumusan masalah:
1. Apa keuntungan yang diberikan Freeport pada
Indonesia?
2. Bagaimana kehidupan masyarakat sekitar
Freeport?
3. Bagaimana dampak pertambangan
emas yang dilakukan Freeport terhadap alam sekitarnya?
4. Apa saja kasus pelanggaran HAM yang disebabkan
oleh pihak Freeport dan kaitannya
dengan pancasila?
1.3 Tujuan
1.
mengetahui keuntungan yang diberikan freeport pada indonesia
2.
menjelaskan kehidupan masyarakat papua
disekitar Freeport
3. menjelaskan dampak pertambangan
emas yang dilakukan Freeport terhadap alam sekitar papua
4. mengetahui kasus pelanggaran HAM
yang disebabkan oleh pihak Freeport dan kaitannya dengan pancasila
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keuntungan yang diberikan Freeport pada
Indonesia
Freeport berkembang
menjadi perusahaan dengan
penghasilan 2,3 miliar
dolar AS. Menurut Freeport,
keberadaannya memberikan manfaat
langsung dan tidak
langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992–2004.
Angka ini hampir sama dengan 2 persen PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai
nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir,
yaitu 540 dolar
per ons, Freeport
diperkirakan akan mengisi
kas pemerintah sebesar 1 miliar
dolar. Mining International, sebuah majalah perdagangan, menyebut tambang emas Freeport
sebagai yang terbesar di dunia.
2.2 Kehidupan Masyarakat di sekitar tambang emas
Freeport
Kegiatan
penambangan dan ekonomi Freeport telah mencetak keuntungan finansial bagi perusahaan tersebut
namun tidak bagi
masyarakat lokal di
sekitar wilayah pertambangan.
Dari tahun ke
tahun Freeport terus mereguk keuntungan
dari tambang emas, perak,
dan tembaga terbesar
di dunia. Pendapatan utama Freeport
adalah dari operasi tambangnya di
Indonesia (sekitar 60%, Investor Daily, 10 Agustus 2009). Setiap hari hampir
700 ribu ton material
dibongkar untuk menghasilkan 225
ribu ton bijih emas. Jumlah ini bisa disamakan dengan 70 ribu
truk kapasitas angkut 10 ton
berjejer sepanjang Jakarta hingga Surabaya (sepanjang 700 km). Para petinggi
Freeport mendapatkan fasilitas, tunjangan dan keuntungan yang besarnya mencapai 1
juta kali lipat
pendapatan tahunan penduduk Timika, Papua. Keuntungan Freeport tak
serta merta melahirkan
kesejahteraan bagi warga
sekitar. Keberadaan Freeport tidak
banyak berkontribusi bagi masyarakat Papua,
bahkan pembangunan di Papua
dinilai gagal. Kegagalan
pembangunan di Papua
dapat dilihat dari
buruknya angka kesejahteraan manusia
di Kabupaten Mimika.
Penduduk
Kabupaten Mimika, lokasi di mana
Freeport berada, terdiri
dari 35% penduduk
asli dan 65%
pendatang. Pada tahun 2002,
BPS mencatat sekitar
41 persen penduduk
Papua dalam kondisi miskin, dengan komposisi 60% penduduk
asli dan sisanya pendatang. Pada tahun 2005, Kemiskinan rakyat di Provinsi
Papua, yang mencapai 80,07% atau 1,5 juta penduduk. Hampir seluruh
penduduk miskin Papua adalah
warga asli Papua.
Jadi penduduk asli Papua yang miskin adalah lebih dari 66%
dan umumnya tinggal di pegunungan tengah, wilayah Kontrak Karya Frepoort.
Kepala Biro Pusat Statistik propinsi Papua JA Djarot Soesanto, merelease
data kemiskinan tahun
2006, bahwa setengah
penduduk Papua miskin (47,99 %). Di sisi
lain, pendapatan pemerintah
daerah Papua demikian
bergantung pada sektor pertambangan. Sejak tahun 1975-2002 sebanyak
50% lebih PDRB Papua berasal dari
pembayaran pajak, royalti dan bagi hasil sumberdaya alam tidak
terbarukan, termasuk perusahaan migas.
Artinya ketergantungan pendapatan
daerah dari sektor
ekstraktif akan menciptakan ketergantungan dan kerapuhan yang kronik
bagi wilayah Papua. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Papua Barat memang menempati
peringkat ke 3 dari 30 propinsi di Indonesi pada tahun 2005. Namun Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Papua,
yang diekspresikan dengan
tingginya angka kematian
ibu hamil dan
balita karena
masalah-masalah kekurangan gizi berada di
urutan ke-29. Lebih
parah lagi, kantong-kantong kemiskinan
tersebut berada di kawasan konsesi
pertambangan Freeport.
2.3 Dampak pertambangan emas yang dilakukan Freeport
terhadap alam sekitarnya
Beberapa kerusakan
lingkungan yang diungkap
oleh media dan LSM adalah, Freeport telah mematikan
23.000 ha hutan
di wilayah pengendapan
tailing. Merubah bentang alam
karena erosi maupun sedimentasi.
Meluapnya sungai karena pendangkalan
akibat endapan tailing. Freeport
telah membuang tailing dengan
kategori limbah B3
(Bahan Beracun Berbahaya) melalui
Sungai Ajkwa. Limbah
ini telah mencapai
pesisir laut Arafura.
Tailing yang dibuang
Freeport ke Sungai Ajkwa melampaui baku mutu
total suspend solid (TSS)
yang diperbolehkan menurut
hukum Indonesia. Limbah
tailing
Freeport mencemari
perairan di muara
sungai Ajkwa dan
mengontaminasi sejumlah besar
jenis mahluk hidup serta mengancam perairan dengan air asam tambang berjumlah besar. Tailing
yang dibuang Freeport
merupakan bahan yang
mampu menghasilkan cairan asam
berbahaya bagi kehidupan aquatik. Bahkan sejumlah spesies aquatik sensitif di sungai Ajkwa
telah punah akibat tailing
Freeport. Menurut perhitungan Greenomics Indonesia, biaya yang dibutuhkan untuk
memulihkan lingkungan yang rusak adalah Rp 67 trilyun. Freeport telah
mengakibatkan kerusakan alam
dan mengubah bentang
alam serta mengakibatkan
degradasi hutan yang seharusnya ditindak
tegas pemerintah. Hal ini karena mengancam kelestarian
lingkungan dan melanggar
prinsip pembangunan berwawasan lingkungan yang diamanatkan UUD
1945 pasal 33. Hasil bumi Indonesia ini dikelola oleh pihak asing karena sumber
daya manusia (SDM) penduduk negara indonesia kurang dibandingkan oleh pihak
asing, selain itu teknologi yang digunakan untuk mengolah hasil ini hanya
dimiliki oleh pihak asing, dan mereka tidak mau menjualnya kepada indonesia
sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh pihak asing untuk melakukan kerja sama.
Tanggapan pemerintah pun disambut dengan baik, karena dalam perjanjian yang
telah dilakukan, pihak asing hanya diperbolehkan untuk menambang tembaga.
Tetapi tanpa persetujuan pemerintah, pihak asing tersebut telah menambang emas
juga.
2.4 Kasus pelanggaran HAM yang disebabkan oleh
pihak Freeport
Komnas
HAM melakukan investigasi pelanggaran HAM yang terjadi di daerah Timika
dan sekitarnya. Kesimpulan
anggota tim investigasi
Komnas HAM, mengungkapkan bahwa
selama 1993-1995 telah terjadi 6
jenis pelanggaran HAM, yang mengakibatkan 16 penduduk
terbunuh dan empat
orang masih dinyatakan
hilang. 6 jenis pelanggaran HAM
tesrsebut adalah pembunuhan, penculikan, pembohongan pada publik, penganiayaan,
diskriminasi, pencemaran. Pelanggaran
ini diantaranya dilakukan oleh
aparat keamanan FI
maupun pihak tentara
Indonesia. Dalam selembar surat
jawaban kepada editor
American Statement, Ralph
Haurwitz, Atase Penerangan
Kedubes Amerika Serikat di Jakarta Craig J. Stromme menyatakan bahwa tidak ditemukan
bukti yang dapat
dipercaya atas tuduhan
pelanggaran HAM oleh Freeport
di Irian Jaya.
Gugatan Tom Beanal,
Ketua Lembaga Adat Suku Amungme (Lemasa) terdaftar
di pengadilan Louisiana, markas besar
FCX, dengan kasus
no.96 - 1474. Belakangan, gugatan
ini ditolak dan
pengadilan menyatakan Freeport
tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM. Hampir seluruh kasus
pelanggaran HAM terkait tambang
Freeport tidak jelas
penyelesaiannya. Para pelaku
kejahatan HAM ini umumnya tidak ditemukan atau mendapat
perlindungan sehingga lolos dari jerat hukum. Keadilan bagi
korban pelanggaran HAM
kasus-kasus Freeport tampaknya
memang suatu hal yang absurd.
Tidak
ada investigasi yang menemukan keterkaitan Freeport secara langsung
dengan pelanggaran HAM,
tetapi semakin banyak
orang-orang Papua yang menghubungkan
Freeport dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI, dan pada sejumlah
kasus kekerasan itu
dilakukan dengan menggunakan fasilitas Freeport. Seorang ahli antropologi
Australia, Chris Ballard, yang pernah bekerja untuk Freeport, dan Abigail
Abrash, seorang aktivis
HAM dari Amerika
Serikat, memperkirakan, sebanyak 160
orang telah dibunuh
oleh militer antara
tahun 1975–1997 di
daerah tambang dan sekitarnya. Kasus pelanggaran HAM ini
tidak sesuai dengan
sila kedua pancasila yang
berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab, karena seharusnya mereka menghormati
hak warga yang berada di sekitar wilayah
pertambangan Freeport bukan malah sebaliknya. Pihak Freeport terkesan
mengabaikan hak warga yang berada disana, yang berakibat pada perlawanan warga
terhadap freeport. Sebagai pemerintah sebaiknya langkah yang seharusnya
dilakukan untuk mengurangi banyaknya kerusakan yang disebabkan oleh freeport adalah bagaimana membuktikan
bahwa pihak freeport telah menyalahi perjanjian yang sudah ditetapkan, sehinnga
pihak pemerintahan Indonesia dapat memberikan sanksi terhadap freeport
tersebut. Selanjutnya hal yang terpenting untuk memperbaruhi keadaan alam di
Timika-Papua adalah pemerintah harus dapat mengembalikan keadaan alam disana,
supaya kehidupan warga Timika dapat kembali tentram dengan adanya lingkungan
yang alami. Meskipun membutuhkan dana yang banyak, pemerintah harus berani
mengambil resiko bagaimana biaya yang harus dikeluarkan. Untuk itu pemerintah
hendaknya dapat belajar dari pengalaman yang pernah terjadi, bagaimana
melakukan suatu kerja sama yang baik, dan selalu memantau segala kegiatan yang
dilakukan ditanah negara Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Freeport dari
segi finansial memang
memberikan pemasukan yang
besar bagi Indonesia, tetapi
hal tersebut tidak
sebanding dengan pemasukan
yang diterima oleh pihak Freeport
yang merupakan perusahaan milik asing dan berbagai dampak negatif yang
ditimbulkan oleh freeport. Berbagai konflik
dan pelanggaran HAM juga mewarnai
perjalanan Freeport yang
semua itu terkesan
kurang mendapat perhatian dari
pemerintah, karena semua
kasus pelanggaran HAM
yang terjadi tidak pernah
terselesaikan dengan baik. Apabila
dihubungkan dengan pancasila,
maka Freeport telah melanggar sila
kedua pancasila karena
pihak Freeport telah banyak
mengabaikan apa yang menjadi hak warga sekitar.
3.2 Saran
Freeport merupakan
salah satu perusahaan
tambang yang dikelola
oleh pihak asing. Sebagian
besar keuntungan yang
didapat dari hasil
tambang pasti akan masuk ke devisa milik asing dan bukan ke Indonesia.
Indonesia kaya akan hasil tambang,
seharusnya kita lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang kita
miliki supaya berbagai tambang yang kita miliki dapat kita kelola sendiri dan keuntungan yang
didapat akan mengalir ke
cadangan devisa negara.
Pemerintah juga sudah seharusnya
lebih serius dalam
menyelesaikan masalah yang
terkait dengan Freeport
supaya tidak ada lagi kasus pelanggaran
HAM yang
terjadi dan kasusnya tidak pernah terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://rimanews.com/read/20110706/33855/abaikan-hak-masyarakat-adat-freeport-rampok-kekayaan-alam-papua
(diakses tanggal 20 Oktober 2011)
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Freeport_Indonesia&action=edit§ion=9
(diakses tanggal 20 Oktober 2011)
http://www.menlh.go.id/terbaru/artikel.php?article_id=1702
(diakses tanggal 20 Oktober 2011)
http://www.ranesi.nl/arsipaktua/Asia/kabar_papua051117/konflik_freeport060414???disclaimer.link???
(diakses tanggal 21 Oktober 2011)
http://www.papuabaratnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1218:sejarah-kelam-tambang-freeport-bagian-1&catid=73:opini&Itemid=417
(diakses tanggal 21 Oktober 2011)